Foto: Cungkup makam Ki Ageng Giring
Masyarakat Desa Gumelem khususnya Gumelem Wetan Kecamatan Susukan Kab. Banjarnegara, ternyata sangat bangga akan kekayaan dan keindahan alamnya, panorama yang menghiasi suasana desa menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang dari luar desa. Dari sekian banyak lokasi dan obyek yang dapat di jadikan wisata beserta cerita-cerita yang berkembang . Di Desa Gumelem Wetan terdapat salah satu bukit panorama yang di namakan Bukit Girilangan. Ketinggian Puncak bukit memang tidak terlalu tinggi, namun dapat di rasakan kesejukan serta dapat menikmati keindahan panorama alam disekililingnya, di puncak bukit Girilangan terdapat peninggalan kuno dan mempunyai nilai sejarah tinggi yang di bangun sekitar abad XVI yaitu sebuah bangunan kuno yang terbuat dari kayu yang berbentuk cungkub serta tumpukan bata merah yang tertata rapi guna melindungui sebuah makam dari seorang yang Kharismatik di masa kejayaan Kerajaan Mataram , yaitu Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring yang juga bergelar Ki Ageng Pendersan, bukanlah penduduk asli Desa Gumelem dia adalah seorang pembesar yang datang dari keluarga Kerajaan Mataram. Perjalanan Ki Ageng Giring hingga sampai di Gumelem ternyata banyak mengalami kendala dan halangan serta ujian dari yang kuasa namun dengan bekal keimanan yang kuat atau di milikinya wilayah demi wilayah di laluinya di setiap atau di mana Ki Ageng Giring tinggal pastilah Ki Ageng Giring meninggalkan jejak atau petilasan yang hingga saat ini dapat terlihat di Dukuh Bogem Desa Salamerta yang merupakan makam anaknya yang bernama Nawangsasi, di Dukuh Kramat Desa Dermasari terdapat petilasan yang di gunakan untuk menenangkan diri guna memohon petunjuk kepada yang kuasa Berbeda dengan dukuh,dusun,dan desa desa lain yang di lalui Ki Ageng Giring dalam usahanya mensyiarkan ajaran Islam , Desa Gumelem Wetan nampaknya wilayah yang paling berarti bagi Ki Ageng Giring. Ketika itu ki ageng giring beserta pengikut pengikutnya akan menempuh perjalanan dari kramat dermasari ke dukuh giring gunung kidul namun di dukuh karang Karang Lewas ki ageng giring wafat karena usianya yang sudah sepuh. Dengan rasa hormat yang setinggi –tingginya ,para pengikut pengikutnya memandikan jenazah Ki Ageng Giring di sumur Wringin Mbeji Desa Gumelem Kulon serta membuat keranda untuk membawa jenazah meneruskan perjalanan ke Dukuh Giring di wilayah Kabupaten Gunung kidul. Dalam perjalanan menuju ke sebuah tempat yang telah di tentukan para pengikut Ki Ageng Giring juga di hadapkan oleh beberapa peristiwa yang mengejutkan hal ini memang Ki Ageng Giring memiliki daya linuwih dalam masa hidupnya. Pengikut atau santri Ki Ageng Giring adalah manusia biasa yang punya kemampuan sangat terbatas sehingga di suatu tempat di kaki Gunung Wuluh karena kelelahan , keranda yang di gunakan untuk membawa jenazah Ki Ageng Giring pun diletakan di atas tanah karena makin lama makin berat, tidak selang berapa lama juga Tanah yang menjadi tempat landasan Keranda juga lama kelamaan menurun ( ambles ) atau Mendek. Di bukalah keranda jenazah ki ageng giring. Seluruh pengikut pengikutnya yang setia bersama Ki Ageng Giring menjadi kaget dan bingung karena jenazah Ki Ageng Giring ternyat tidak ada lagi di dalam keranda atau hilang. Dalam kebingungan yang amat sangat seluruh pengikut Ki Ageng Giring memohon petunjuk kepada yang maha kuasa sehingga seluruh pengikut pengikutnya dan santrinya sepakat untuk memakamkan keranda Ki Ageng Giring di sebuah bukit. Untuk menandai keranda jenazah Ki Ageng Giring di makamkan ,masyarakat Desa Gumelem dan sekitarnya menamakan Bukit Girilangan, dengan arti kata Ki Ageng Giring hilang. Dan lokasi tanah yang mendek hingga saat ini dikenal oleh masyarakat adalah Blok Lemah Mendek. Bukit Girilangan kian menjadi indah . Makam Ki Ageng Giring pun makin banyak yang mengunjungi atau berziarah , ini dapat menjadi bukti bahwa Ki Ageng Giring adalah seorang yang di masa hidupnya mempunyai karisma dan kawibawaan yang tinggi. Hingga pada jamanya juga ,Raja Mataram R.Sutawijaya yang bergelar di Panembahan Senopati Ing Alogo Panotogomo juga mengutus saudaranya yang bernama Ki Udhakusuma untuk merawat Makam Ki Ageng Giring di Bukit Girilangan. Sebagai utusan seorang raja yang akhirnya juga menjadi Demang Pertama di Gumelem dalam dalam usahanya merawat Makam Ki Ageng Giring di Girilangan adalah dengan membangun sebuah cungkub di sekitar tahun 1816 m di lanjurtkan dengan membuat sebuah pagar keliling dari tumpukan bata merah dan sebuah Gapura di depan cungkub. Rasa hormat, bhekti terhadap kebesaran jiwa Ki Ageng Giring ternyata masih sangat kental dan melekat di masyarakat Gumelem dan sekitarnya bahkan banyak sekali orang yang datang dari wilayah Kabupaten lain yang berziarah ke makam Ki Ageng Giring di Bukit Girilangan.
